" CERITA DARI KOLONG MEJA "
oleh Endang Lestari
“Hobiku dulu bermain di pinggir meja,dan menempelkan kertas gambarku pada langit-langit atas kolong meja.”dan ingin ku rekam dalam karyaku."
Karya-karyaku secara umum mengeksplorasi aspek historis dan memori. Keduanya saling membentuk kesadaran. Kedua porsi itu perlu berimbang. Menekankan salah satu akan kehilangan yang lain. Sejarah terkadang adalah cara alter-ego memberi nama, arti dan biografi, sementara memori tanpa sejarah seperti busur yang lepas dari panah. Yang tersisa dari dua hal itu adalah penanda. Penanda yang merupakan akumulasi atau kadang penanda yang belum mempunyai nama, dimana akupun tidak mengetahuinya secara sadar. Untuk mengujinya, aku ingin memulainya dari ingatanku atas kolong meja.
Karya ini bercerita tentang aku masa kecil, mengundang kembali kenangan yang nyaris hilang, terlupa dan samar, beberapa masih tampak begitu jelas berbayang, dan itu yang ingin keberi, ingin ku tangkap, ingin ku baca kembali, ingin ku abadikan
Namun sesungguhnya ide dasar dan kesediaanku untuk berpameran di S-14 adalah aku begitu menyukai Layka (putri dari Herra dan Ucok),melihat Layka, ingatanku kembali pada dulu masa aku sebayanya, kadang hal sepele yang dulu dilakukan menjadi luar biasa jika diingat kembali saat ini.
KARYA 1. (aku akan membuat 12 sketsa /gambar ukuran 30 x 30 cm sudah di frem,yang berkaitan dengan mainanku masa kecil,dan fantasi yang kurekam masa itu)
KARYA 2.(membuat goresan masa kecil di pojok ruangan seukuran kolong meja)
“Aku senang bercakap-cakap dengan teman imajiner yang kutemukan saat aku bercermin, bayanganku yang selalu kulihat di cermin yang kuanggap temanku.”
kolong meja,itu yang kulihat juga pada Layka , saat aku bertamu di rumah Herra dan Ucok . Aku menemukan duniaku dalam kolong meja yang sempit.Mengumpulkan semua mainan yang kupunya, mencoret-coret dinding bagian
KARYA 3.(patung/figure keramik anak kecil kembar saling berhadapan dibatasi kertas hitam yang berlubang di bagian tengah. Ada 5 pasang figur anak kecil kembar yang akan di display)
“Saat itu Aku membayangkan mengumpulkan banyak awan dalam botol kaca, dan menanam benih kacang di dalamnya, mungkin terinspirasi dari cerita bebek angsa dan telur emas yang hidup di atas awan, jika benih kacang yang kuletakkan di botol tumbuh pasti akan cepat besar menuju awan.”
KARYA 4.(Ada belasan botol bening yang akan didisplay, didalamnya ada kapas putih yang diatasnya ada benih kacang merah yang sedang tunas, ditutup dngan tutup gabus yang diatasnya tertancap bunga mawar)
Dan hobiku adalah mengumpulkan teman-teman dan mengajak mereka bertukar peran, mengganti nama setiap hari, dan namaku hari ini Tari, besok bisa jadi Maya, atau Ika, dan seharian memakai nama yang bukan namaku.dan kami menikmati menjadi orang lain.
KARYA 5.(pada karya ini ditampilkan figure keramik berbentuk anak-anak bergerombol ramai didisplay diatas pustek membentuk lingkaran, diatasnya ada banyak balon kata-kata yang tertulis aneka nama di dinding )
Yogyakarta, Maret 2011
Endang Lestari
OPENING : Sunday, 10 April 2011, 4 pm
officiated by Nurdian Ichsan (Ceramic Artist, Lecturer in FSRD ITB)
Music performance by JIMC ( Javanala Intensive Music Course )
Garage Sale, 2 - 4 pm ( Various Products )
s.14 Library Program ;
6 to 5 : "UrBran Society : which one of these representing You in the neighbourhood?" by Rieninta Astari
Urbanisasi yang sudah melebihi batas membuat kehidupan di kota semakin semrawut, selain jumlah penduduk yang meluap memadati setiap jengkal tanah untuk berpijak; kepadatan terjadi dimana-mana, kepadatan di jalan raya sudah tentu menjadi momok yang mengerikan yang harus dihadapi setiap warga sehari-hari, belum lagi kepadatan di lingkungan tempat tinggal sehingga membuat harga tanah melonjak naik, para pembangun pun seakan berlomba dalam menciptakan lahan perumahan baik yang berkonsep cluster maupun apartemen bersubsidi demi memenuhi permintaan akan kebutuhan rumah tinggal oleh masyarakat. Kebutuhan masyarakat pada tempat tinggal tidak sebanding
dengan lahan yang masih tersedia, hal ini mengakibatkan perumahan modern saat ini rata2 hanya memiliki luas tanah 100m2. Tentunya di dalam kacamata bisnis, ini merupakan sebuah peluang, semakin banyak ruang yang dapat dibangun untuk menjadi sebuah rumah, dan semakin banyak konsumen yang akan berminat hingga semua hal ini akan berpengaruh pada yang namanya keuntungan bisnis.
Namun jika dilihat dari kacamata sosial, keterbatasan ini membuat sebagian masyarakat terdesak untuk melakukan hal-hal kreatif yang sesungguhnya sangat mengganggu ketertiban bersama dalam lingkungan. Contohnya Karena lahan dan kondisi yang sangat terbatas, banyak masyarakat menggunakan jalan pintas dalam mengatasi masalah menjemur pakaiannya itu di halaman muka. Meskipun pihak ketertiban lingkungan sudah membuat aturan larangan terhadap hal ini, namun karena kondisi dan situasi akhirnya aturan ini dengan mudahnya dilanggar, dengan alasan dilematis yang juga sangat mendesak. Dan akibatnya pelanggaran ini muncul seperti penyakit epidemik, begitu seseorang menaruh pakaiannya di luar, yang lain pun kemudian akhirnya mengikuti menjadi sebuah kebudayaan massal, sehingga kini pemandangan tali jemuran yang malang melintang di halaman muka rumah pun bukan lagi milik lingkungan kumuh di pinggiran kali. Mengingat persoalan ini begitu kompleks, saya pribadi maklum dan memahami dilematis yang terjadi ketika menyangkut jalan keluar akan kebutuhan menjemur pakaian di lahan yang terbatas. Terkadang dalam keadaan yang sangat terpaksa pun, saya menjadi salah satu dari sebagian masyarakat
ini -namun masih dalam batas kesopanan yang menghormati tata lingkungan dan etika hidup bertetangga yaitu dengan menjemur di batas rumah dan tidak menjemur baju-baju dalam. Karena baju dalam tempatnya di dalam dan tersembunyi, bukan di luar dan bebas dilihat siapapun. Namun fakta yang terjadi di lapangan tidak seperti ini, sebagian dari mereka banyak yang tidak (mau)mengerti dan tidak (mau) tahu cara menempatkan diri dalam etika bertetangga. Perilaku eksploitasi privasi benda-benda pribadi kini dengan bebas menjadi tontonan publik, menghiasi hampir di setiap halaman muka setiap perumahan modern maupun apartemen yang tumbuh menjamur kian pesat.
Yang membuat saya tertarik mengemukakan permasalahan jemuran ini adalah apa yang ada dibalik pikiran mereka ini sehingga tanpa malu menjemur baju-baju dalam di luar secara terang-terangan, tanpa ditutupi selayaknya hakikat baju dalam?Kini tidak ada lagi rasa sungkan dan risih, rasa malu itu memudar dan hampir hilang akibat desakan lahan yang sempit.Manusia pun seakan lupa pada toleransi hidup bermasyarakat dan berlindung pada sifat egosentris yang menurutnya seorang AKU ini adalah apa adanya, orang lain mesti tahu, bahwa AKU tidak mau tahu. (Rieninta Astari, April 2011)
7 " : "Village Film Festival (Jatiwangi) by Sunday Screen
"Village Film Festival" -VFF-merupakan festival residensi videomaker internasional. Videomaker disini termasuk pembuat film, seniman yang biasa menggunakan media audio visual, video documentator atau bidang profesi lain yang juga menggunakan media audio visual sebagai pendekatan atau karyanya. Videomaker diajak untuk residensi selama 2 minggu. Disebar ke berbagai desa, ditempatkan di rumah penduduk untuk berkolaborasi bersama warga,komunitas, ataupun pemerintahan desa, melakukan berbagai pendekatan, hingga selanjutnya dapat membuat sebuah film kolaboratif. VFF diselenggarakan oleh Sunday Screen; sebuah komunitas film di Bandung yang fokus pada ruang pemutaran alternatif, workshop, dan kajian dokumentasi. Bekerjasama dengan Jatiwangi Art Factory (JaF); sebuah komunitas di Jatiwangi yang fokus pada kajian kehidupan lokal melalui program seni, seperti workshop, penelitian dan kajian, pertunjukan, seni musik, seni rupa, residensi seniman dan Festival. Salah satu festival 2 tahunan Jaf adalah Jatiwangi Artist in Residence Festival (JARF). JARF 2010 (26 Juni-9 Juli) menghadirkan 22 seniman domestik maupun international dan melibatkan 7 desa di Kecamatan Jatiwangi.
Detail mengenai kompilasi film ini di http://videolab.blogdrive.com
............................................................................................................................................................................................................
ART PRESENTATION // BEDAH KARYA & KOPI SORE
Sunday, 24 April 2011, 2 pm - done
creative process presentation by Rieninta Astari & Sunday Screen
Open for Public, Snack & Coffee available, free !
CLAY WORKSHOP : Saturday/Sunday, 30 April/1 May 2011 (tentative)
Tutored by Endang Lestari
Supported by Studio Keramik Nurdian Ichsan dan Nadya Savitri,
Jl. Biologi no. 23, Komp. Perum UNPAD Cigadung Bandung
Open for Public, Limited participants, Rp. 50.000,-/person (including material)
contact : Herra (+62 815 7373 7138)
............................................................................................................................................................................................................
Profil Singkat :
Endang Lestari (tari) Lahir di Banda Aceh,27 Februari 1976. Menghabiskan masa kecil dan remaja di Banda Aceh Menyelesaikan S-1 di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, saat ini melanjutkan program Pascasarjana di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Aktif berpameran sebagai perupa danmenggunakan beragam media untuk berkarya, khususnya keramik, Pameran yang diikuti diantaranya pameran Bandung Contemporary Art Award,pameran ulang tahun Bentara Budaya Yogyakarta “Miroh kampuh Hinggo” (2011), Pameran Seni rupa “Soccer Fever” Canna Gallery, Jakarta. Bazaart Art Fair, The Ritz Carlton, Langgeng Gallery, Jakarta pacific Place , Jakarta.(2010). Jogja Biennale X, Sangkring Art Space,Yogyakarta. Jakarta Contemporary Ceramic Biennale #1, “Ceramic Art : In Between” Noorth Art Space, Pasar Seni Ancol , Jakarta.” Biennale Sastra Indonesia dalam bahasa rupa”, di Salihara, Jakarta.Pameran untuk Yayasan kanker Indonesia, “Untukmu Perempuan Indonesia”, Gedung Arsip Jakarta. Pameran seni rupa kontemporer “Youth life and culture in two part” , Boys/girls (IVAA Book Aid Vol.2) Edwins Gallery, Jakarta.(2009). Berkecimpung di bidang seni dan desain dengan mengelola “Teapot Studio dan Trajektory” aktifitas yang berkaitan dengan industri kreatif yang didirikan sejak tahun 2002.Menjadi tenaga ahli desainer pada Lembaga Seni dan Desain yang dikelola BID, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.Menjadi tenaga pengajar luar biasa di Fakultas Seni Rupa (FSR) Jurusan Kriya minat Utama Kriya Keramik (2001-2003). Ditahun 2003 terlibat dalam program People to people Exchange Program , bersama utusan dari Negara-negara ASEAN malakukan studi seni dan Budaya di Malaysia.Sewaktu menjadi mahasiswa mendapat predikat sebagai mahasiswa berprestasi tingkat fakultas seni rupa ISI Yogyakarta (2000).dan penghargaan sebagai pencipta karya keramik terbaik pada lustrum ISI ke-3(1999). Saat ini sedang mempersiapkan untuk program residesi ke Jepang selama 3 bulan di Shigaraki Ceramic Cultural Park. Jepang. Program dari JENESYS,The Japan Foundation. (6 mei-25 Juli 2011), dan terpilih sebagai finalis Bandung Contemporary Art Award(2010-2011)
Rieninta Astari lahir di Bandung, 21 April 1979. Lulus dari jurusan Seni Keramik, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB pada tahun 2001. Bekerja pada Studio Keramik Petromar pada Mei 2002 – Agustus 2006 sebagai desainer dan manajer operasional. Kebiasannya menggambar sudah dilakoninya sejak di sekolah Menengah dengan karakter yang khas dan humoris. Sejak menikah Maret 2007, ia lebih memilih untuk meluangkan waktunya di rumah dan mengurus anak perempuannya, Aksara Ratnasidra (3 tahun).
Sunday Screen merupakan ruang alternatif yang fokus pada video, melalui program; workshop, produksi film, festival, dan kajian dokumentasi. Mereka adalah Bagus Nugroho, Carda Arifin, Ismal Muntaha, M. Faizurrahman, Rangga Aditiawan, Shinta Widyana, Yopie Nugraha dan Yuda Samakta. Salah satu festival tahunan sunday screen adalah Village Film Festival (VFF); sebuah festival residensi videomaker internasional yang diselenggarakan bekerjasama dengan Jatiwangi art Factory (JaF).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar