a photo session simulation from "The Calling" by Malcolm Smith
Open for public, free
start 10 am - done
BEDAH KARYA & KOPI SORE,
Presentasi karya dan diskusi bersama Laurs Oscar Osman
Open for public, Free
start 2 pm - done
The Calling
By Malcolm Smith
19 November – 11 December 2011
The Calling is a term that has several meanings, depending on the context. When I was a kid, my mum told me that people who became a nun or a priest had received The Calling. I was fascinated by this idea, not because I wanted to become a priest, or because I was particularly religious, but because I loved the idea of a supernatural event where the clouds would suddenly part, golden beams of light would shine down, and my destiny would be revealed to me. I’m still waiting for that moment.
Today The Calling has a more general meaning. People whose lives are devoted to charitable work, or science, or art for example, often describe themselves as having felt The Calling. For these people The Calling requires selflessness and devotion. It’s very different from Ambition, which implies self-will and self-advancement.
Perhaps I felt The Calling when I decided to create these works (although admittedly, it was not quite so spectacular as I imagined it’d be when I was a kid). I had no real plan or agenda at the time; it just felt right, so I set myself to the task. I built the set (the wall with the window in it) and collected the telephones, furniture and plastic flowers from various junk shops. At times it was quite laborious and time consuming and I was aware that I was putting an awful lot of work into creating photographs that were a strange simulation of something very mundane – still life images reminiscent of suburban homes from previous decades. But that’s what happens when you feel The Calling; you just do what you know needs to be done, and try not to think too much about the outcome.
November 2011.
Malcolm Smith
OPENING : Saturday, 19 November 2011, 2 pm
Artist Talk before the Opening
officiated by Ibu Tuti Ardilla
s.14 LIBRARY PROGRAM //19 Nov - 11 Dec 2011 :
6 to 5 a drawing by Laurs Oscar Osman
7" a video compilation by Laurs Oscar Osman
BEDAH KARYA & KOPI SORE :
A creative process presentation from Laurs Oscar Osman
Sunday, 4 December 2011, 4 pm - done
PUBLIC WORKSHOP :
"Photography Project no. 1" by Malcolm Smith
a photo session in a custom made background
Open for Public, Free
Sunday, 11 December 2011, start 10 am - done
Artists Short Profile :
Malcolm Smith, an artist and curator from Sydney, Australia who is currently based in Yogyakarta. His recent curatorial projects include Certificate no. 000358/ at Sangkring Artspace and Galeri Soemardja (2011), and The Lake at the Australian Centre for Photography and Lake Macquarie City Art Gallery (2010). From 2007 – 2010 Malcolm was the Program Manager at the Australia Centre for Photography.
Laurs Oscar Osman, lahir pada 17 Oktober 1982, merupakan mahasiswa Anthropologi UNPAD. Dalam perjalanannya, ia lebih aktif melakukan pekerjaan editing video dan disela-sela waktunya ia senang menggambar, membuat coretan dalam kertas-kertas bekas. Pernah berpameran untuk Bandung New Emergence 2 (BNE #2) dan Post-Psychedelic di Selasar Sunaryo Art Space, berpameran bersama di IF Venue pada tahun 2006.
Juli 2011,
Mia Diwasasri
Sejak lama seni dimanfaatkan sebagai instrumen atau saran individu untuk mengenali identitas. Kendati demikian, tak jarang seniman sampai pada sebuah pemahaman bahwa seni tidak selamanya menunjukkan arah yang stabil dalam soal tersebut. Kenyataan inilah yang membuat karya-karya seni mencerminkan sebuah simtom akan keterbelahan identitas. Maka tidak heran apabila identitas yang terbelah ini diidap seniman dan, alih-alih ditolak, seniman justru merayakannya. Impuls dari musik, dorongan bahwa sadar, kebimbangan-kebimbangan dalam mencermati identitas menjadikan karya-karya dalam pameran ini akhirnya bisa kita nilai sebagai “psikobiografi” Mia. Dengan begitu, Mia tidak saja mengungkap pengalaman-pengalamannya dalam menjalani kehidupan, tetapi karya-karyanya juga merupakan provokasi dan /atau suatu proyeksi fantasi tak sadar yang berusaha memberi arti pada pengalaman estetikanya. Akan tetapi, semua itu dilakukan, sedemikian rupa, sehingga kualitas formal dari pengalaman-nya terhadap bentuk, tekstur, dan warna menjadi apa yang kemudian kita alami sebagai sumber perasaan yang paling mengganggu dan cenderung neorotik. Oleh karena itu, dalam beberapa hal, karya-karyanya mengubah realitas menjadi fantasi sekaligus halusinatif.
Dalam kasus ini, karya-karya Mia mengajak kita memikirkan kembali soal “pengalaman keindahan” dari sisi yang lain, yaitu apa yang disebut dengan “pengalaman keburukan” di mana harapan akan keindahan secara radikal terganggu. Bukannya resonansi, tetapi disonansi. Harmoni dan keutuhan diganti oleh konflik dan disintegrasi. Dengan kata lain, “pengalaman keburukan” adalah aspek dari pengalaman yang mengarah ke gangguan atau menghancurkan struktur formal atau pengalaman estetika (keindahan). Cara melihat dari sisi yang lain ini membuat kita mewaspadai gejala-gejala penciptaan seni di Indonesia, yaitu bahwa tidak semua seni yang diciptakan bertujuan untuk mencapai nilai akan keindahan. Bahwa akan selalu ada seni-seni yang menghadirkan rasa cemas dan mengganggu pemirsanya.
Aminudin TH Siregar.
Agenda Pameran ;
Bone Apetit : Jumat, 22 Juli 2011, Pukul 19.30 WIB, undangan khusus.
Opening : Sabtu, 23 Juli 2011, Pukul 15.00 WIB, terbuka untuk UMUM
Workshop Anak : Minggu, 7 Agustus 2011, pukul 11.00 -13.00 WIB
"Workshop Cat Air " bersama Mia Diwasasri (Undangan Khusus)
Selama pameran NO NEED TO ARGUE, ruang perpustakaan s.14 juga mempunyai beberapa program berikut;
6 to 5 : Pameran Drawing " BENCI MENUNGGU " oleh Anto Arief
7 " : Kompilasi video dari Isha Hening
Bedah Karya dan Kopi Sore bersama Isha Hening & Anto Arief;
Minggu, 7 Agustus 2011, Pukul 15. 00 WIB - selesai ( Buka Puasa Bersama )
Program 6 to 5 adalah program pameran gambar/drawing bulanan pada ruang kosong di sudut ruang perpustakaan s.14 berukuran 60 cm x 50 cm, terbuka untuk Umum. Kerjasama dengan Videolab (http://videolab.blogspot.com) menghasilkan program 7" yaitu program screening karya video bulanan pada Layar LCD DVD 7 inch yang terpasang pada salah satu sudut ruang perpustakaan s.14, terbuka untuk Umum.
Ruang pamer s.14 dan ruang perpustakaan s.14 buka setiap hari, Selasa - Jumat, 10.00 WIB - 17.00 WIB, Sabtu dan Minggu by appointment, Senin TUTUP.
Profil Seniman ;
Mia Diwasasri, dimana nama sebelum menikah Mia Sumiarni, lahir di Bandung, 5 Mei 1975. Lulus dari FSRD ITB jurusan Seni Keramik pada tahun 1999. Pernah menjadi staff pengajar asisten FSRD ITB 1999-2001. Aktif bekerja dan mengikuti beberapa workshop seperti bekerja pada studio Heyi Makmun pada 1997-1997 sebagai tim elemen estetik, pada 1998 mengikuti workshop manajemen seni bersama Christine Clark dari Queensland Gallery, Australia, pada 1997 – 2001 membuka workshop keramik untuk umum. Sejak 2000 sampai saat ini bekerja pada Mahidhara Creative Consultant, pengajar Club Drawing Titik Oranje, lalu menjadi fasilitator paruh waktu khusus Bidang Seni pada Autism Syndrome Disorder dan sejenisnya.
Anto Arief, lahir di Jakarta, 10 Februari 1979. Lulus dari Desain Produk FSRD ITENAS Bandung, adalah vokalis/gitars yang sedang dalam proses merilis debut album bandnya ‘70’s Orgasm Club’. Pernah bekerja pada beberapa lembaga seperti Senior Editor RIPPLE Magazine, desainer CELTIC/MONIK, SCANDAL Studio, dan penyiar OZ Radio Bandung. Selain itu ia juga aktif menulis di blognya dan websitenya. Belakangan mencoba aktif berkarya dan berpameran setelah project Groovin Mixtape Project-nya dipamerkan di Belanda bulan Mei kemarin.
Isha Hening lahir di Jakarta, 3 Agustus 1986 merupakan lulusan Desain Komunikasi Visual – Multimedia FSRD ITB 2004. Dikenal sebagai motion graphis designer / VJ director Jakarta. Aktif mengikuti screening sejak tahun 2007 – saat ini; One
Minute Video 2007, Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2008, V International Women Film Festival 2010, Creative Video Battle LFM ITB 2009, Nu Substance 2009: Resonance Exhibition, Goelali Children's Film Festival 2009, I've Seen Film International Film Festival 2009 Italy, Festival Film Pendek Konfiden (Konfiden Short Film Festival) 2009, Lagu Gambar Gerak Roadshow 2010. Selain itu ia juga aktif melakukan proyek di gigs dan live performance dan beberapa proyek video musik.
“ Menanggapi kenyataan, Mendaur ulang gagasan “
( Rini Chairin Hayati, 27 Mei 2011)
Sejak tahun 2008, saya sudah mengajak Ibu Rini Chairin Hayati atau biasa dikenal dengan panggilan Mimi, untuk berpameran di ruang s.14. Sebagai sosok senior, dan seniman generasi tahun 1970an, saya merasa terhormat sehingga saat ini Ibu Rini dapat merealisasikan pameran tunggalnya di ruang s.14. Selama tiga (3) bulan, persiapan pameran ini direncanakan, dari ide Ibu Rini untuk membuat instalasi sebuah kolam ikan, drawing kesehariannya, ataupun cetak grafis lainnya yang memungkinkan untuk di ekplorasi. Pada akhirnya satu bulan terakhir, Ibu Rini menemukan gagasannya pada sebuah karya instalasi lamanya.
Instalasi karyanya pada pameran Eksplorasi Medium Eksplorasi Gagasan di Bentara Budaya Jakarta, 2002 berjudul “ Pohon Mainan” yang menjadi acuan gagasannya untuk mengeksplorasi media baru baginya, yaitu fotografi. Beliau memotret segala arah pandang dari instalasinya untuk mendapatkan ‘gambar’ baru yang menarik, realitas baru baginya. Lalu beliau menemukan gagasan untuk melukisnya kembali di atas kanvas dari hasil potret tadi. Akhirnya terdapat tiga (3) karya yang terkait satu dengan lainnya, yaitu eksplorasi instalasi pohon mainan yang di respon sesuai ruang pamer, lalu fotografi dan lukisan baru dari obyek utama pohon mainan tersebut. Sebuah pemaknaan baru terhadap karya lama dan menjadi proses kreatif baru bagi Ibu Rini yang mengatakan ia sangat antusias dengan penemuannya ini.
Ketika dikaitkan dengan ide awalnya pada Pohon Mainan, yang mengkritik keadaan lingkungan alam saat ini, saya melihat sesuatu realitas baru dari karya final Ibu Rini untuk pameran saat ini। Sebuah pesan dan potret yang mungkin akan dihadapi oleh sejumlah manusia di dunia ini ; Memotret yang pernah Hidup di masa sekarang sebagai memori di masa depan. Sebuah realitas baru dimana mungkin ketika alam sudah kehilangan pohon-pohonnya, kita tetap bisa melihat keindahannya dalam pohon mainan, memori fotonya ataupun lukisan mengenainya. Melalui karya Ibu Rini, semoga kita semua bisa menikmatinya sebagai suatu gagasan mengenai keindahan sekaligus kritik terhadap keadaan alam saat ini.
Dalam Program Perpustakaan s.14, terdapat karya gambar dari Sandy Rismantojo, seorang dosen Desain Komunikasi Visual Universitas Maranatha Bandung, yang juga mempunyai ketertarikan di bidang fesyen. Karya drawingnya yang ditampilkan adalah salah satu proses sketsa dari karya fesyennya. Ia terkenal dengan karya fesyen yang lucu dan eksperimental. Lalu program pemutaran video pada LCD 7 inch kali ini menampilkan karya video seniman Jepang bernama Kazuya Takagawa, yang kebetulan karya-karyanya juga mengenai sebuah gagasan lama yang di rekonstruksi ulang menjadi gagasan baru. Pernyataan Ibu Rini mengenai menanggapi kenyataan, mendaur ulang gagasan menjadi tema yang terkait untuk ketiga karya kali ini.
Selamat Berapresiasi,
s.14
Opening :
Sunday, 5th June 2011, 2 pm, will be officiated by AD Pirous
An artist talk and discussion will be a start before the opening, moderated by Aminudin TH Siregar
“Kupu-kupu hinggap di Bajuku” : Stitching a butterfly print on T-Shirt
Kids Workshop by Chairin Hayati ,
Rp. 60.000,-/person (including material)
Saturday, 2nd July 2011 at 10 am – done
Contact : Herra (by sms to +62 815 73737138)
Program Liburan Kreativitas Anak #1
“Eksplorasi Kertas Daur Ulang” : Easy Origami, Paper Mache, Paper Mozaic, Paper Collage, Recycle Paper Handmade, a demo the making of Daluang Paper.
13th June – 8th July 2011, every Mon-Wed-Fri, 250.000 IDR (including material)
Contact : Herra (by sms to +62 815 73737138)
“Ruang Kreativitas “ by Dik Doank
Friday, 24th June 2011 at 2 pm – done
Open for public, for those people who interest on alternative public education.
Contact : Herra (+62 8157373 7138)
s.14 Library Program, 5 June – 3 July 2011;
6 to 5 : a fashion drawing by Sandy Rismantojo
7 “ : a video compilation by Kazuya Takagawa (Japan)
Artist Short Profiles;
Chairin Hayati lahir di Tasikmalaya, 11 Maret 1948. Lulus dari FSRD ITB jurusan Seni Grafis pada tahun 1973 dan aktif berkarya baik itu pameran seni maupun bekerjasama dengan desainer interior untuk proyek elemen estetis baik itu di dalam dan luar negeri. Aktif mengembangkan kerajinan di berbagai daerah di Indonesia bekerjasama dengan perindustrian. Beberapa pameran yang diikuti sejak tahun 2000 sampai saat ini;”Setengah Abad Seni Grafis” –Bentara Budaya Jakarta (2000), ”Tentang Wanita”-Galeri Bandung (2001), “Woman in the realm of Spirituality”-Galeri Nasional, Universitas Gregoriana-Rome, “Ekplorasi Medium Eksplorasi Gagasan”-Bentara Budaya Jakarta (2002), “Interpelasi”,CP Biennale-Galeri Nasional (2003), Jakarta Biennale (2006), “Manifesto”-Galeri Nasional (2008), “Middelbare Akte”-Galeri Soemardja (2010), “Tribute to Sudjojono”-Selasar Sunaryo Art Space (2010).
Kazuya Takagawa lahir di Kumamoto, Jepang Selatan pada tahun 1986. Saat ini sedang menjalani studi Master di Tokyo Arts University. Beberapa pameran dan proyek seni yang telah diikutinya adalah Yarimizu Rendezvous/ Kanagawa (2007), WATARASE Art Project 2007/Gunma, WATARASE Art Project 2008 / Gunma, Contenue art project 2008 / Nigata, AIHARA OYAMA Art project / Tokyo (2008), Cabbage Patch Gallery / Kanagawa (2009), Contenue art project 2009 / Nigata, “Students would not be a party argues that the inevitability of life” / Kichijoji (2009), ZOKEI Exhibition / Tokyo (2010), 0DATE Art Project / Akita Odatecity (2010), Self knowledge conplex / Kagurazaka (2010), “ AT THIS JUNCTURE “ / Tokyo / 3331 Arts Chiyoda (2011). Saat ini ia berkunjung ke Bandung untuk riset mengenai seni media baru, ia adalah teman Wiyoga Muhardanto, seniman muda Bandung yang pada awal 2011 menjalani residensi di Jepang.
Sandy Rismantojo, yang biasa dipanggil Cemenk adalah lulusan dari Desain Komunikasi Visual FSRD ITB 1993, ia raih gelar masternya di Pratt Institute, New York. Sejak tahun 1994 sampai 2008, ia bekerja sebagai desainer dan stylist untuk SERIEUS BAND, ia juga pernah mengambil magang di Donna Karan New York (DKNY) International, New York, USA. Sejak tahun 2002 – saat ini menjadi senior graphic designer di Imagenation Design Incorporated, Bandung yang berubah namanya menjadi Bandung Design Gallery (.bdg). Ia juga pemilik sekaligus desainer fesyen untuk CMNK Studio yang berdiri sejak 2003 untuk menghasilkan karya fashion yang unik, eksperimental, wearable, dan fun. Diawali dari design kostum untuk Seurieus hingga akhirnya berkembang menjadi studio yang bertujuan untuk selalu menciptakan karya yang avantgarde. Dalam bekerja paruh waktunya pada Edward Hutabarat, ia pun pernah menjadi Juara II pada kompetisi fashion eksperimental ‘Iketeru harajuku’ yang diadakan oleh The Japan Foundation, Jakarta. Saat ini aktif menjadi dosen sekaligus Sekertaris Jurusan S-1 Desain Komunikasi Visual Universitas Maranatha Bandung.
“Hobiku dulu bermain di pinggir meja,dan menempelkan kertas gambarku pada langit-langit atas kolong meja.”dan ingin ku rekam dalam karyaku."
Karya-karyaku secara umum mengeksplorasi aspek historis dan memori. Keduanya saling membentuk kesadaran. Kedua porsi itu perlu berimbang. Menekankan salah satu akan kehilangan yang lain. Sejarah terkadang adalah cara alter-ego memberi nama, arti dan biografi, sementara memori tanpa sejarah seperti busur yang lepas dari panah. Yang tersisa dari dua hal itu adalah penanda. Penanda yang merupakan akumulasi atau kadang penanda yang belum mempunyai nama, dimana akupun tidak mengetahuinya secara sadar. Untuk mengujinya, aku ingin memulainya dari ingatanku atas kolong meja.
Karya ini bercerita tentang aku masa kecil, mengundang kembali kenangan yang nyaris hilang, terlupa dan samar, beberapa masih tampak begitu jelas berbayang, dan itu yang ingin keberi, ingin ku tangkap, ingin ku baca kembali, ingin ku abadikan
Namun sesungguhnya ide dasar dan kesediaanku untuk berpameran di S-14 adalah aku begitu menyukai Layka (putri dari Herra dan Ucok),melihat Layka, ingatanku kembali pada dulu masa aku sebayanya, kadang hal sepele yang dulu dilakukan menjadi luar biasa jika diingat kembali saat ini.
KARYA 1. (aku akan membuat 12 sketsa /gambar ukuran 30 x 30 cm sudah di frem,yang berkaitan dengan mainanku masa kecil,dan fantasi yang kurekam masa itu)
KARYA 2.(membuat goresan masa kecil di pojok ruangan seukuran kolong meja)
“Aku senang bercakap-cakap dengan teman imajiner yang kutemukan saat aku bercermin, bayanganku yang selalu kulihat di cermin yang kuanggap temanku.”
kolong meja,itu yang kulihat juga pada Layka , saat aku bertamu di rumah Herra dan Ucok . Aku menemukan duniaku dalam kolong meja yang sempit.Mengumpulkan semua mainan yang kupunya, mencoret-coret dinding bagian
KARYA 3.(patung/figure keramik anak kecil kembar saling berhadapan dibatasi kertas hitam yang berlubang di bagian tengah. Ada 5 pasang figur anak kecil kembar yang akan di display)
“Saat itu Aku membayangkan mengumpulkan banyak awan dalam botol kaca, dan menanam benih kacang di dalamnya, mungkin terinspirasi dari cerita bebek angsa dan telur emas yang hidup di atas awan, jika benih kacang yang kuletakkan di botol tumbuh pasti akan cepat besar menuju awan.”
KARYA 4.(Ada belasan botol bening yang akan didisplay, didalamnya ada kapas putih yang diatasnya ada benih kacang merah yang sedang tunas, ditutup dngan tutup gabus yang diatasnya tertancap bunga mawar)
Dan hobiku adalah mengumpulkan teman-teman dan mengajak mereka bertukar peran, mengganti nama setiap hari, dan namaku hari ini Tari, besok bisa jadi Maya, atau Ika, dan seharian memakai nama yang bukan namaku.dan kami menikmati menjadi orang lain.
KARYA 5.(pada karya ini ditampilkan figure keramik berbentuk anak-anak bergerombol ramai didisplay diatas pustek membentuk lingkaran, diatasnya ada banyak balon kata-kata yang tertulis aneka nama di dinding )
Yogyakarta, Maret 2011
Endang Lestari
OPENING : Sunday, 10 April 2011, 4 pm
officiated by Nurdian Ichsan (Ceramic Artist, Lecturer in FSRD ITB)
Music performance by JIMC ( Javanala Intensive Music Course )
Garage Sale, 2 - 4 pm ( Various Products )
s.14 Library Program ;
6 to 5 : "UrBran Society : which one of these representing You in the neighbourhood?" by Rieninta Astari
Urbanisasi yang sudah melebihi batas membuat kehidupan di kota semakin semrawut, selain jumlah penduduk yang meluap memadati setiap jengkal tanah untuk berpijak; kepadatan terjadi dimana-mana, kepadatan di jalan raya sudah tentu menjadi momok yang mengerikan yang harus dihadapi setiap warga sehari-hari, belum lagi kepadatan di lingkungan tempat tinggal sehingga membuat harga tanah melonjak naik, para pembangun pun seakan berlomba dalam menciptakan lahan perumahan baik yang berkonsep cluster maupun apartemen bersubsidi demi memenuhi permintaan akan kebutuhan rumah tinggal oleh masyarakat. Kebutuhan masyarakat pada tempat tinggal tidak sebanding
dengan lahan yang masih tersedia, hal ini mengakibatkan perumahan modern saat ini rata2 hanya memiliki luas tanah 100m2. Tentunya di dalam kacamata bisnis, ini merupakan sebuah peluang, semakin banyak ruang yang dapat dibangun untuk menjadi sebuah rumah, dan semakin banyak konsumen yang akan berminat hingga semua hal ini akan berpengaruh pada yang namanya keuntungan bisnis.
Namun jika dilihat dari kacamata sosial, keterbatasan ini membuat sebagian masyarakat terdesak untuk melakukan hal-hal kreatif yang sesungguhnya sangat mengganggu ketertiban bersama dalam lingkungan. Contohnya Karena lahan dan kondisi yang sangat terbatas, banyak masyarakat menggunakan jalan pintas dalam mengatasi masalah menjemur pakaiannya itu di halaman muka. Meskipun pihak ketertiban lingkungan sudah membuat aturan larangan terhadap hal ini, namun karena kondisi dan situasi akhirnya aturan ini dengan mudahnya dilanggar, dengan alasan dilematis yang juga sangat mendesak. Dan akibatnya pelanggaran ini muncul seperti penyakit epidemik, begitu seseorang menaruh pakaiannya di luar, yang lain pun kemudian akhirnya mengikuti menjadi sebuah kebudayaan massal, sehingga kini pemandangan tali jemuran yang malang melintang di halaman muka rumah pun bukan lagi milik lingkungan kumuh di pinggiran kali. Mengingat persoalan ini begitu kompleks, saya pribadi maklum dan memahami dilematis yang terjadi ketika menyangkut jalan keluar akan kebutuhan menjemur pakaian di lahan yang terbatas. Terkadang dalam keadaan yang sangat terpaksa pun, saya menjadi salah satu dari sebagian masyarakat
ini -namun masih dalam batas kesopanan yang menghormati tata lingkungan dan etika hidup bertetangga yaitu dengan menjemur di batas rumah dan tidak menjemur baju-baju dalam. Karena baju dalam tempatnya di dalam dan tersembunyi, bukan di luar dan bebas dilihat siapapun. Namun fakta yang terjadi di lapangan tidak seperti ini, sebagian dari mereka banyak yang tidak (mau)mengerti dan tidak (mau) tahu cara menempatkan diri dalam etika bertetangga. Perilaku eksploitasi privasi benda-benda pribadi kini dengan bebas menjadi tontonan publik, menghiasi hampir di setiap halaman muka setiap perumahan modern maupun apartemen yang tumbuh menjamur kian pesat.
Yang membuat saya tertarik mengemukakan permasalahan jemuran ini adalah apa yang ada dibalik pikiran mereka ini sehingga tanpa malu menjemur baju-baju dalam di luar secara terang-terangan, tanpa ditutupi selayaknya hakikat baju dalam?Kini tidak ada lagi rasa sungkan dan risih, rasa malu itu memudar dan hampir hilang akibat desakan lahan yang sempit.Manusia pun seakan lupa pada toleransi hidup bermasyarakat dan berlindung pada sifat egosentris yang menurutnya seorang AKU ini adalah apa adanya, orang lain mesti tahu, bahwa AKU tidak mau tahu. (Rieninta Astari, April 2011)
7 " : "Village Film Festival (Jatiwangi) by Sunday Screen
"Village Film Festival" -VFF-merupakan festival residensi videomaker internasional. Videomaker disini termasuk pembuat film, seniman yang biasa menggunakan media audio visual, video documentator atau bidang profesi lain yang juga menggunakan media audio visual sebagai pendekatan atau karyanya. Videomaker diajak untuk residensi selama 2 minggu. Disebar ke berbagai desa, ditempatkan di rumah penduduk untuk berkolaborasi bersama warga,komunitas, ataupun pemerintahan desa, melakukan berbagai pendekatan, hingga selanjutnya dapat membuat sebuah film kolaboratif. VFF diselenggarakan oleh Sunday Screen; sebuah komunitas film di Bandung yang fokus pada ruang pemutaran alternatif, workshop, dan kajian dokumentasi. Bekerjasama dengan Jatiwangi Art Factory (JaF); sebuah komunitas di Jatiwangi yang fokus pada kajian kehidupan lokal melalui program seni, seperti workshop, penelitian dan kajian, pertunjukan, seni musik, seni rupa, residensi seniman dan Festival. Salah satu festival 2 tahunan Jaf adalah Jatiwangi Artist in Residence Festival (JARF). JARF 2010 (26 Juni-9 Juli) menghadirkan 22 seniman domestik maupun international dan melibatkan 7 desa di Kecamatan Jatiwangi.
Detail mengenai kompilasi film ini di http://videolab.blogdrive.com
............................................................................................................................................................................................................
ART PRESENTATION // BEDAH KARYA & KOPI SORE
Sunday, 24 April 2011, 2 pm - done
creative process presentation by Rieninta Astari & Sunday Screen
Open for Public, Snack & Coffee available, free !
CLAY WORKSHOP : Saturday/Sunday, 30 April/1 May 2011 (tentative)
Tutored by Endang Lestari
Supported by Studio Keramik Nurdian Ichsan dan Nadya Savitri,
Jl. Biologi no. 23, Komp. Perum UNPAD Cigadung Bandung
Open for Public, Limited participants, Rp. 50.000,-/person (including material)
contact : Herra (+62 815 7373 7138)
............................................................................................................................................................................................................
Profil Singkat :
Endang Lestari (tari) Lahir di Banda Aceh,27 Februari 1976. Menghabiskan masa kecil dan remaja di Banda Aceh Menyelesaikan S-1 di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, saat ini melanjutkan program Pascasarjana di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Aktif berpameran sebagai perupa danmenggunakan beragam media untuk berkarya, khususnya keramik, Pameran yang diikuti diantaranya pameran Bandung Contemporary Art Award,pameran ulang tahun Bentara Budaya Yogyakarta “Miroh kampuh Hinggo” (2011), Pameran Seni rupa “Soccer Fever” Canna Gallery, Jakarta. Bazaart Art Fair, The Ritz Carlton, Langgeng Gallery, Jakarta pacific Place , Jakarta.(2010). Jogja Biennale X, Sangkring Art Space,Yogyakarta. Jakarta Contemporary Ceramic Biennale #1, “Ceramic Art : In Between” Noorth Art Space, Pasar Seni Ancol , Jakarta.” Biennale Sastra Indonesia dalam bahasa rupa”, di Salihara, Jakarta.Pameran untuk Yayasan kanker Indonesia, “Untukmu Perempuan Indonesia”, Gedung Arsip Jakarta. Pameran seni rupa kontemporer “Youth life and culture in two part” , Boys/girls (IVAA Book Aid Vol.2) Edwins Gallery, Jakarta.(2009). Berkecimpung di bidang seni dan desain dengan mengelola “Teapot Studio dan Trajektory” aktifitas yang berkaitan dengan industri kreatif yang didirikan sejak tahun 2002.Menjadi tenaga ahli desainer pada Lembaga Seni dan Desain yang dikelola BID, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta.Menjadi tenaga pengajar luar biasa di Fakultas Seni Rupa (FSR) Jurusan Kriya minat Utama Kriya Keramik (2001-2003). Ditahun 2003 terlibat dalam program People to people Exchange Program , bersama utusan dari Negara-negara ASEAN malakukan studi seni dan Budaya di Malaysia.Sewaktu menjadi mahasiswa mendapat predikat sebagai mahasiswa berprestasi tingkat fakultas seni rupa ISI Yogyakarta (2000).dan penghargaan sebagai pencipta karya keramik terbaik pada lustrum ISI ke-3(1999). Saat ini sedang mempersiapkan untuk program residesi ke Jepang selama 3 bulan di Shigaraki Ceramic Cultural Park. Jepang. Program dari JENESYS,The Japan Foundation. (6 mei-25 Juli 2011), dan terpilih sebagai finalis Bandung Contemporary Art Award(2010-2011)
Rieninta Astari lahir di Bandung, 21 April 1979. Lulus dari jurusan Seni Keramik, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB pada tahun 2001. Bekerja pada Studio Keramik Petromar pada Mei 2002 – Agustus 2006 sebagai desainer dan manajer operasional. Kebiasannya menggambar sudah dilakoninya sejak di sekolah Menengah dengan karakter yang khas dan humoris. Sejak menikah Maret 2007, ia lebih memilih untuk meluangkan waktunya di rumah dan mengurus anak perempuannya, Aksara Ratnasidra (3 tahun).
Sunday Screen merupakan ruang alternatif yang fokus pada video, melalui program; workshop, produksi film, festival, dan kajian dokumentasi. Mereka adalah Bagus Nugroho, Carda Arifin, Ismal Muntaha, M. Faizurrahman, Rangga Aditiawan, Shinta Widyana, Yopie Nugraha dan Yuda Samakta. Salah satu festival tahunan sunday screen adalah Village Film Festival (VFF); sebuah festival residensi videomaker internasional yang diselenggarakan bekerjasama dengan Jatiwangi art Factory (JaF).